Ribuan warga Panjalu mengikuti
upacara adat Nyangku. Sejak pagi, kemarin, mereka ikut mengarak dan menyaksikan
pembersihan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Panjalu tersebut.
Pukul 07.30, pusaka-pusaka
dikeluarkan dari Bumi Alit, tempat penyimpanan pusaka peninggalan Kerajaan
Panjalu itu. Setelah itu, pusaka-pusaka itu diarak dengan cara digendong
(diais).
Asal-usul para penggendong
pusaka-pusaka itu tidak sembarangan. Mereka adalah keturunan raja Panjalu dan
warga terpilih.
Saat pengarakan pusaka menunu
Nusa Gede, di tengah-tengah Situ Lengkong Panjalu, salawat pun berkumandang. Di
makam raja Panjalu terakhir Prabu Boros Ngora itu pusaka “dipertemukan” dengan
pemilknya. Kemudian, dibawa kembali menuju Taman Boros Ngora. Di sana,
pusaka-pusaka itu dibersihkan menggunakan air dari sembilan mata air kahuripan.
Air-air itu diambil dari
Gunung Bitung Majalengka, Cilengkong Panjalu, Cipanjalu Desa Bahara, Kapunduhan
Cibungir Kertamandala, Batu Bokor Cikadu Sindang Barang, Cilimus Jaya Giri,
Citatah Sanding Taman, Karantenan Gunung Syawal, Pangbuangan Garahang Panjalu
dan Geger Emas Ciomas. Sebelumnya, air-air tersebut diberi doa selama 42 malam.
Pembersihan pusaka diawali
membuka bungkus pusaka. Dari atas panggung, pusaka-pusaka itu kemudian dibawa
menuju tempat pembersihan dari bambu.
Setelah dibersihkan, pusaka
kemudian dibungkus dan disimpan kembali ke Bumi Alit. Adapun air yang digunakan
untuk membersihkan benda pusaka kemudian diperebutkan warga yang diyakini air
tersebut mengandung berkah.
Salah satu pewaris Kerajaan
Panjalu H Edi Hernawan Cakradinata menuturkan pada tahun ini hanya tiga pusaka
yang dibersihkan secara simbolis, yaitu pedang pemberian Sayidina Ali yang
dinamai Zulfikar, Kujang Panjalu dan Keris Stokkomando.
“Biasanya lebih dari tiga pusaka
yang dibersihkan, namun tahun ini hanya ada tiga saja yang dibersihkan secara
simbolis. Untuk pusaka lainnya akan dilakukan pembersihan besok (hari ini),”
ujar pria yang juga ketua Yayasan Boros Ngora ini kepada wartawan usai upacara
adat.
Nyangku yang biasa biasa
dilaksanakan pada Mulud ini, kata dia, berarti membersihkan diri, membersihkan
hati bukan hanya membersihkan benda pusaka semata. “Membersihkan pusaka ini
hanya sebagai simbolis saja. Namun pada hakikatnya Nyangku ini berarti
mensucikan diri atau membersihkan hati, upacara adat nyangku ini juga sebagai
peringatan Maulid Nabi (Muhammad SAW, red),” ungkapnya.
Edi yang merupakan turunan
ke-17 dari raja Panjalu Prabu Boros Ngora juga menjelaskan air yang digunakan
dari sembilan sumber mata air tersebut memiliki makna bahwa sumber mata
air tersebut harus dijaga demi
kelangsungan kehidupan. Salah satu
upayanya yaitu memelihara hutan dan gunung sebagai sumber penyimpanan air.
“Hutan dan gunung harus kita
jaga karena sebagai sumber mata air. Air sebagai sumber kehidupan, baik
sekarang maupun untuk nanti anak cucu kita,” tandasnya.
Edi juga mengatakan tahun
depan berencana menyimpan benda-benda pusaka tersebut di Nusa Gede (Pulau di
tengah Situ Lengkong).
“Ini juga salah satu cara agar
bisa menarik wisatawan bukan hanya dari turis domestik, diharapkan turis asing
juga bisa datang. Ini baru rencana tapi sudah 75 persen, insya Allah bisa
direalisasikan di tahun depan,” paparnya.
Sesepuh Yayasan Boros Ngora
Prof Dr Johar Wiradinata dalam sambutannya menuturkan upacara Nyangku selain
untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW juga untuk mengenang dan
menghormati jasa dari Prabu Boros Ngora, sebagai raja terakhir Kerajaan Panjalu
dan penyebar agama Islam di Panjalu.
“Pada zaman pemerintahan Prabu
Boros juga Nyangku ini selalu diadakan setiap tahunnya yang dijadikan media
syiar Islam pada waktu itu,” bebernya.
Bupati Ciamis H Engkon Komara
dalam sambutannya menuturkan upacara adat Nyangku jangan dianggap musrik, namun
sekadar kebudayaan untuk mengenang para leluhur kerajaan Panjalu.
“Upacara adat Nyangku ini
merupakan budaya yang harus terus dilestarikan dan menjadi festival masyarakat
agar bisa mengangkat perekonomian masyarakat,” tandasnya.
Dalam momen budaya itu,
kemarin, diwarnai hilangnya hape Rudiat (26), wartawan Radar Tasikmalaya TV.
Saat berkonsentrasi mengambil gambar, dia kehilangan hape yang disimpan di tas
yang disolendangnya. Diduga hape tersebut hilang dicopet.
”Pas saya mau pakai hape sudah
tidak ada dalam tas. Kalau soal ponsel saya tidak apa apa karena bisa beli di
toko, tapi nomor kontak pentingnya dari narasumber. Saya harus kembali
mengumpulkan kontak narasumber,” tandasnya. (Ab@h/Rdr Online.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar