" Kejujuran,.. Integritas,.. Kerjasama,.. Hirarki, . . Loyalitas,... . . ."ds

Minggu, 08 Maret 2015

Bripda Eka, polwan yang nyambi jadi tukang tambal ban

Kondisi ekonomi orang tua yang pas-pasan ternyata tidak membuat sosok gadis berparas manis ini putus asa. Meski ayahnya hanya seorang buruh tukang tambal ban, malah membuat Bripda Eka Yuli Andini (19) bersemangat dalam menempuh masa depan sebagai polwan.

Gadis lulusan SMK Negeri 2 Salatiga jurusan Teknik Komputer dan Jaringan ini, dengan mulus lolos tanpa uang sogokan menempuh pendidikan kepolisian Pusdik Binmas, Banyu Biru, Ambarawa, Jawa Tengah. Selain itu, selama menempuh masa pendidikan sebagai Sekolah Calon Bintara (Secaba), berhasil mengukir prestasi rangking tujuh dari 7.000 peserta lainnya saat pendidikan kepolisian se-Indonesia.

Meski, sudah dua bulan menjadi polwan, Bripda Eka, panggilan sehari-harinya tidak pernah lupa disela-sela kesibukannya sebagai abdi negara tetap membantu profesi ayahnya sebagai buruh tukang tambal ban di Jalan Veteran, Pasar Sapi RT 2 RW 6, Kota Salatiga, Jawa Tengah dan bengkel.

Di rumah kontrakan sekaligus bengkel yang hanya berukuran 6 X 6 meter ini Bripda Eka jika lepas piket di Mapolresta Salatiga, Bripda Eka membantu kesibukan orang tuanya melayani langganan tambal ban ayahnya. Kesibukannya ini dilakukannya sejak duduk di bangku sekolah mulai SMP hingga SMK.

Anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sabirin (49) dan Darwanti (40) ini awalnya sama sekali tidak terbayang dibenaknya untuk menjadi seorang Polwan. Padahal awalnya, Bripda Eka ingin bekerja di sebuah stasiun televisi besar berskala nasional. Makanya, dirinya mengambil jurusan Teknik Komputer dan Jaringan agar mahir dalam bidang editing gambar dan animasi di televisi atau bidang broadcasting.

"Orangtua saya nggak pernah mengarahkan. Saya awalnya pingin kerja di broadcast, bagian editing dan ahli animasi karena saya ingin bekerja di stasiun tv terkenal. Pernah membuat web dengan teman-teman. Suka saja ngedit video, ngedit foto pokoknya yang berbau desain grafis lah," ungkapnya Selasa (25/2) di RSUD Salatiga di Bangsal Kelas 3 Flamboyan, Kota Salatiga, Jawa Tengah menunggui ayahnya Sabirin yang sedang sakit.

Namun, menjelang kelulusan, Bripda Eka mendapat dorongan dari Mara Tilofashanti salah satu guru multimedia komputer di SMK Negeri 2 Salatiga yang saat itu ada sosialisasi penerimaan polwan dari Polresta Salatiga. Bripda Eka kemudian mencoba mengadu nasib dan keberuntungan mengikuti seleksi penerimaan Secaba Polri di Kota Semarang, Jawa Tengah.

"Sebelum jadi polwan. Awalnya aku sempat daftar salah satu perusahaan perkabelan automotif di PT Autocom di Subang, Jawa Barat. Saat itu tes tertulis dulu. Terus dapat panggilan ke Semarang untuk seleksi setelah tes kesehatan di Polri. Kemudian bebarengan, saya milih seleksi di Polri saja kemudian mengikuti tes kesehatan dan membatalkan untuk tes di PT Autocom. Ingin cepet kerja biar bisa bantu ayah dan tidak menambal ban terus," tutur gadis berkelahiran 30 Juli 1996 ini.

Bripda Eka sempat mengaku tidak percaya diri karena gadis berparas imut ini hanya memiliki tinggi badan 156 dengan berat hanya 48 saja. Namun, karena mendapat dorongan dari teman-teman sekolah, orangtua dan gurunya, akhirnya bersama 19 teman satu sekolahnya Bripda Eka mengikuti proses seleksi Secaba Polri.

"Ada teman-teman daftar sekitar sekelas lima sama saya. Kalau satu sekolah SMK Negeri 2 Salatiga ada sekitar 20 teman sama saya. Terus daftar, saya khan tinggi badan pas-pasan banget. Kok kayak tinggi badan ngepres. Di bujuk Bu Mara, udah gak papa ikut saja, tahun kemarin ada 7.000 polwan diterima. Kapan lagi ada kuota seperti itu. Eh, ternyata sekarang sudah jadi Polwan. Alhamdulillah saya jadi rangking tujuh selama pendidikan 1,5 bulan di Banyu Biru, Ambarawa," ungkapnya.

Meski telah berhasil menjadi anggota polwan, sosok Bripda Eka tetap menunjukkan kesederhanaannya. Bagaimana tidak, baju, celana dan sepatunya yang dikenakan baju tak bermerek. Kesantunan dan kepatuhan kepada kedua orangtuanya pun tetap dijaga.

Terbukti, saat menunggui ayahnya Sabirin yang sedang sakit paru-paru, dengan setia bersama ibu dan adik semata wayangnya Arjuna Dwi Bagaskara (16) yang saat ini juga duduk di bangku sekolah SMK Negeri 2 Salatiga seperti dirinya. Meski dirinya kini telah sibuk bertugas sementara di Unit Shabara Polresta Salatiga, Jawa Tengah.


Bengkel tambal ban sekaligus rumah yang ditinggali Bripda Eka Yuli Andini (19) bersama keluarganya terbilang kurang layak. Rumah yang terletak di Jalan Veteran, Pasar Sapi, Salatiga, ini hanya berukuran 6 x 6 meter. Dindingnya dari papan dan lantai plesteran menghitam akibat ceceran oli.

Di rumanya ada dua kamar berpintu gorden yang menjadi tempat istirahat Eka bersama adik dan kedua orangtuanya. Tidak ada ruang tamu atau ruang keluarga di sana. Kamar tidur tanpa ventilasi itu langsung berbatasan dengan ruang tamu yang penuh dengan peralatan bengkel dan onderdil kendaraan.

Rumah kontrakan Bripda Eka juga tidak mempunyai halaman. Teras berukuran 2 x 3 meter difungsikan sebagai tempat kerja ayahnya untuk menambal ban. Tempat itu langsung berbatasan dengan trotoar jalan raya.

"Rumah ini kontrak per tahunnya Rp 2 juta, kata ibu. Selama tinggal di sini, pernah kebanjiran tiga kali. Air saat itu meninggi selutut," kata Bripda Eka.

Orang Tuanya Pernah Kena Tipu

Memang, di rumah itu terlihat beberapa bagian atap rumah yang bocor. Kebetulan saat Kompas.com berkunjung ke sana, hujan turun sangat deras. Saat melongok ke atas, terlihat banyak kayu yang sudah lapuk dan beberapa genting ada yang melorot. "Kami pindah di sini tahun 2005. Saat itu, saya masih kelas III SD. Ceritanya kami ditipu," ujar Eka.

Menurut Eka, kedua orangtuanya, Sabirin (49) dan Darwanti (40), dulu mempunyai sebuah rumah di Kebonsari, Kalicacing, Salatiga. Rumah itu ditinggali bersama dengan kakek Eka. Namun, sepeninggal sang kakek, keluarga Sabirin terpaksa angkat kaki dari rumah itu lantaran ada pihak ketiga yang mengklaim memiliki rumah tersebut.

"Rumah kami sudah diambil orang karena kena tipu. Kata ibu, dulu rumah itu dibeli oleh Mbah (kakek). Tapi, sayangnya, karena orang zaman dulu, jual belinya antar-dua orang tidak pakai surat-surat. Saat kakek meninggal tahun 2005, kami diusir," kenang Eka.

Tidak terasa, hampir 10 tahun, Eka dan keluarganya menempati rumah kontrakan sekaligus tempat ayahnya mengais rezeki. Namun, kenangan akan rumah lamanya di Kebonsari masih teringat sampai sekarang. "Sampai-sampai, bapak menamai bengkel ini Bonsa. Itu diambil dari nama kampung kami dulu, Kebonsari," tutur Eka.

"Tapi, kami sudah ikhlaskan, insya Allah mau beli rumah kalau uangnya sudah cukup," kata Eka sambil tersenyum.

Kini, Eka hanya berharap dengan penghasilannya sebagai polisi, kondisi perekonomian keluarganya dapat terbantu. Sejak dua bulan bertugas menjadi anggota Sabhara Polresta Salatiga, Eka mengaku sudah sekali menerima gaji, yang seluruhnya diserahkan kepada sang ibu. "Belum lama ini terima, dirapel (dua bulan)," kata Eka lagi.

Bripda Eka memiliki cita-cita membelikan rumah untuk orang tuanya. Ia ingin keluarganya bisa tinggal di rumah yang lebih layak. Apalagi saat ini ayahnya kini terbaring sakit.
"Saya kalau sudah sukses mau beliin orang tua rumah. Soalnya rumah yang sekarang masih kontrak," kata Eka awal pekan ini.

Gadis ini memang dikenal giat di lingkungan rumahnya. Hal itu juga terlihat ketika baru saja pulang dari Mapolres Salatiga, ia bergegas ke kamar dan melepas seragam dan segera ke bengkel untuk membantu ibunya. Kebetulan saat Kami mengunjungi Bripda Eka, ada seorang lelaki yang ban motornya bocor, ia pun bergegas meladeni.


"Sebentar ya, mas," tutup Bripda Eka sambil meraih berbagai perkakas tambal ban.( Ab@h**/ detikcom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar