WNI yang diduga menjadi anggota Islamic State of Iraq and
Syria (ISIS), satu di antaranya adalah warga Kabupaten Bandung, dan empat orang
adalah warga Ciamis, Jawa Barat.
“Dari informasi yang kami peroleh bahwa ada satu WNI yang
bernama Asyahnaz Yasmin binti Mahfuouzt Firdaus yang merupakan warga Kabupaten
Bandung,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono,
kepada wartawan, pada Senin (16/3/2015).
Pudjo menjelaskan bahwa dari hasil penyelidikan yang
dilakukan oleh Jajaran Polres Bandung, Asyahnaz merupakan warga Kampung Babakan
Ciparay, RT 01 RW 06, Desa Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten
Bandung, data ini merupakan hasil penyelidikan identitas korban melalui KTP
yang tercatat di Pemkab Bandung.”Jadi KTP awalnya dia warga Siak dan baru ganti
beberapa waktu lalu menjadi KTP Kabupaten Bandung,” ujarnya.
Lebih lanjut Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono
menerangkan, dari Kartu Keluarga baru yang diterbitkan oleh Disdukcapil Kabupaten
Bandung Asyahnaz ini lahir di Lampung pada 7 Juli 1989 silam.
Pudjo pun memaparkan bahwa, Asyahnaz sebenarnya sudah
sejak lama berpisah dari orangtuanya, Namun beberapa waktu lalu dia tiba-tiba
mendatangi orangtuanya.
“Kata orangtua dari Asyahnaz yaitu Mahfouzt Firdaus (47),
bahwa Asyahnaz ini adalah anaknya dari istri pertamanya yang telah meninggal
dunia, yaitu saudari Hartati,” katanya.
Jadi kata Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono, Asyahnaz ini
menurut keterangan ayah kandungnya tersebut, tinggal di Provinsi Lampung
bersama ibunya, atau mantan istri Mahfouzt, namun mereka sudah bercerai sejak
tahun 1990.
“Sejak itu orang tua yang bersangkutan, atau saudara
Mahfouzt Firdaus, sudah lost contact atau tidak ada komunikasi dengan anaknya,”
katanya.
Namun lanjut Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono sekira
bulan November 2014, Asyahnaz tiba-tiba mendatangi rumah Mahfouzt di
kediamannya tadi yaitu di Kampung Babakan Ciparay, RT 1 RW 6, Desa
Rancakasumba, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung.
“Dia datang menemui orang tuanya untuk membuat E-KTP. Dia
bilang ke orang tuanya kalau selama ini tinggal di Jakarta dan tidak mengetahui
alamat jelasnya sehingga membuat E-KTP di rumah orang tuanya,” ucapnya.
Polda Jabar dibantu Polres setempat, kata Kombes Pol
Sulistyo Pudjo Hartono, untuk saat ini masih menyelidiki kebenaran identitas
milik Asyahnaz tersebut.
Selain Asyahnaz, Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono juga
memaparkan bahwa WNI yang diduga merupakan anggota ISIS yang ditangkap di Turki
ini empat di antaranya adalah warga Kabupaten Ciamis, dan kesemuanya masih satu
keluarga.
“Dari informasi awal keempat orang tersebut tercatat
sebagai wrga Dusun Sindang, RT 02 RW 06, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis,
mereka ini satu keluarga. Suami, istri dan dua anaknya,” katanya.
Sementara dari data yang dihimpun oleh Kepolisian, Kombes
Pol Sulistyo Pudjo Hartono membeberkan keempat orang tersebut adalah Daeng
Stanjah (Ayah), Ifah Sarifah (ibu), Ishak (anak ke 1), dan Aisyah Mujahidah
(anak ke 2).
Awalnya, kata Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono, keluarga
tersebut tinggal di luar Kabupaten Ciamis. Namun setiap Hari Raya Idul Fitri
mereka selalu datang ke rumah orang tua Ifah yang berada di Dusun Sindang, RT
02 RW 06, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis. “Mereka baru membuat Kartu
Keluarga dan menetap di Ciamis pada 22 September 2014 silam,” ucapnya.
Saat ini pun kata Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono o,
pihaknya masih melakukan pendalaman dengan melakukan pemeriksaan terhadap kedua
orang tua Ifah, yakni Sukirman (56) dan Karmi (49). Selain itu pihaknya juga
masih melakukan kroscek terkait KK yang baru dibuat keluarga tersebut.
Seperti diketahui sejak
Januari 2015 lalu pihak Kepolisian Turki di Provinsi Gaziantep, yang merupakan
perbatasan Turki dan Syira menangkap 16 WNI yang terdiri dari 11 anak-anak,
empat perempuan dan satu orang laki-laki. Mereka ditangkap saat hendak menuju
Syria. Diduga 16 orang akan bergabung dengan kelompok radikal ISIS.
Tanggapan Bupati Ciamis
Bupati Ciamis H. Iing Syam Arifin, mengaku pihaknya belum
percaya bahwa 5 warga Kabupaten Ciamis yang ditangkap di perbatasan Turki-
Suriah pekan lalu terlibat organisasi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Pasalnya, hingga saat ini pihaknya belum mendapat data dan informasi valid
terkait kabar tersebut.
“ Kita masih menunggu kelanjutan kabar dari Kementerian
Luar Negeri, meskipun yang ditangkap sudah dipastikan mereka warga Ciamis.
Karena, bicara soal benar atau tidaknya mereka terlibat ISIS, harus ada data
pendukung yang valid dari institusi yang berwenang. Pasalnya, berbicara soal
ini harus didukung dengan data secara akurat,” katanya, saat dihubungi HR
Online, di Pendopo Bupati Ciamis, Senin (16/03/2015).
Bupati Ciamis mengatakan, meski benar 16 WNI tersebut
terlibat gerakan ISIS di Suriah, namun belum bisa dipastikan juga bahwa mereka
adalah warga Ciamis. “ Saya tadi malam melihat tayangan berita di stasiun TV
swasta yang menyebutkan bahwa ada dugaan bahwa mereka yang ditangkap di Turki
menggunakan identitas KTP orang lain sebagai strategi untuk menghilangkan
jejak,” katanya.
Karena itu, lanjut Bupati Ciamis, untuk memastikan apakah
mereka warga Ciamis atau bukan dan terlibat ISIS atau tidak, harus menunggu
informasi dari Kemenlu RI. “ Namun, jika benar tentu kita akan melakukan
langkah pembinaan dan mencegah warga lainnya agar tidak ikut terlibat dalam
organisasi tersebut,” ujarnya.
Bupati Ciamis pun menghimbau peran ulama harus lebih ditonjolkan
dalam menangkal aliran radikal di kalangan pemeluk agama Islam. Ulama,
menurutnya, harus melakukan pembinaan dan penerangan kepada masyarakat agar
orang yang mendalami ilmu agama tidak tersesat.
Hal senada pun dikatakan Sekretaris Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Ciamis, KH Koko Komarudin. Dia menilai sifat
eksklusif bisa menyeret orang ke dalam jurang radikalisme. “Orang berkarakter
radikal bisa jadi karena politik, ekonomi, budaya dan ideologi yang dia serap,
termasuk pemahaman agama yang eksklusif tidak inklusif. Sehingga, mudah
dimasuki paham radikal,” katanya, Senin (16/03/2015).
Seperti diberitakan sebelumnya, 5 dari 16 WNI yang
ditangkap di Turki diketahui bernama Daeng Stanzah (31), Ifah (30), Is (6)
dan AM (5) merupakan warga Dusun Sindang
Desa/Kecamatan Rancah dan Muhammad Ihsan (15) warga Dusun Cisaar Desa Kertahayu
Kecamatan Pamarican.
Daeng Stanzah dan Ifah merupakan pasangan suami istri
yang membawa serta kedua anak ke Turki, sementara Ihsan merupakan anak dari
tokoh organisasi LDII. Ifah dan Ihsan sempat menimba ilmu di Ponpes Ibnu Masud
di Bogor Jawa Barat, di mana suami Ifah berprofesi sebagai juru masak di
pesantren itu.
Kapolda Jabar juga memerintahkan agar setiap Polres
segera mengambil tindakan tegas, apabila ditemukan adanya indikasi penyebaran
faham ISIS "Ajaran ISIS saat ini sudah mulai berkembang di Cianjur untuk
memusnahkan ajaran haram ini, setiap Polres diperintahkan untuk membasmi ajaran
ISIS di Jawa Barat" Ungkap Kapolda Jabar, “ meski tidak ada tim khusus
untuk menangani radikalisme, namun pihaknya intens melakukan operasi identitas
di jalan raya dan patroli pengamana”, Beliaupun mengaku pihaknya sudah melakukan
pemantauan di lokasi-lokasi yang terindikasi rawan penyebaran paham tersebut.
Namun, jumlah dan titik kerawanan tersebut dirahasiakan agar tidak meresahkan
masyarakat.( Ab@h**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar