Keinginan masyarakat Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat, supaya nama Galuh digunakan menjadi nama kabupaten
menggantikan nama Ciamis kini mencuat. Budayawan dan akademisi angkat bicara
soal penamaan Ciamis yang tidak mengandung arti bahkan disebut-sebut sebagai olok-olokan
dari bangsa kolonial yang berarti bau amis.
Guru Besar Sejarah Universitas
Padjadjaran (Unpad) Prof Sobana Hardjasaputra MA mengatakan, nama Galuh sudah
terpatri di setiap masyarakat. Setiap penamaan di Kabupaten Ciamis lebih banyak
memakai nama Galuh dibanding Ciamis. Misal, Stadion Galuh, Universitas Galuh,
bahkan tim sepak bola PSGC (Persatuan Sepak Bola Galuh Ciamis).
Secara arti, Galuh berarti
permata. Secara filosofi, Galuh identik dengan galeuh yang merupakan bagian
kayu yang paling keras, juga galih yang berarti kalbu atau hati.
"Nama Galuh itu sudah ada
di dalam hati setiap masyarakat, nancep dari dulu sampai sekarang,"
ujarnya dalam acara Sarasehan Sejarah dan Budaya Eks Kadipaten Ciancang Utama
di Balai Desa Utama, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Minggu
(10/1/2016).
Menurutnya, sejarah penamaan
Ciamis itu berasal dari cemoohan atau olok-olok dari kolonial Belanda. Zaman
itu Ciancang yang merupakan daerah Ciamis merupakan tempat berperang. Dimulai
saat prajurit Mataram bertempur dengan Galuh di Ciancang hingga saat melawan
kompeni.
"Emang Ciancang itu
banjir getih (darah, red), karena bau amis dari darah, sampai mendirikan kota
baru dinamakan Ciamis. Ciamis itu nama pamoyokan, tapi diangge wae (dipakai
terus)," katanya.
Sobana berharap, hal ini
mejadi perhatian bersama dan nama Kabupaten Ciamis kembali diganti dengan nama
Kabupaten Galuh. Menurutnya, pergantian nama daerah sesuai dengan aspirasi dari
masyarakat setempat dan ditindaklanjuti oleh pemerintah.
"Seperti Makassar dulu
jadi Ujung Pandang sekarang jadi Makassar lagi, seluruh masyarakat di sini juga
mayoritas menginginkan kembali ke nama Galuh," ucap pria yang merupakan
warga asli Ciamis, tepatnya di Winduraja.
Menurutnya, perubahan nama
Galuh menjadi Ciamis itu dilakukan pada tahun 1915, namun diresmikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada 1 Januari 1916. Saat itu, Pemerintah Hindia
Belanda hanya meresmikan, sementara gagasannya dari Bupati Sastrawinata.
"Motivasinya itu karena
tidak ingin disangkutpautkan dengan keluarga Bupati Galuh, karena Bupati
Kerawang (Karawang). Padahal, Bupati Kerawang yang dimaksud adalah kakeknya,
itu tidak ada tekanan dari pihak Belanda, karena penamaan daerah bagi mereka
masa bodoh, yang penting meresmikan. Kalau ada ikut campur maka akan terjadi
antipati terhadap kolonial. Padahal itu yang dijaga. Jadi, perubahan Galuh
menjadi Ciamis tanpa dasar," jelasnya.
Dia mengatakan, sampai saat
ini pemerintah belum merespons usulan perubahan nama Kabupaten Ciamis menjadi
Kabupaten Galuh. Pemerintah beralasan harus mengganti kop surat dan kelengkapan
lainnya.
"Katanya, kalau diubah
akan ada kerugian biaya, kop surat dan sebagainya diubah. Itu picik amat,
selama kop belum ada, gunakan terus (kop lama) karena selama dalam transisi.
Menurut saya itu hanya alasan akal-akalan," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang
Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis Dudung menanggapi
keinginan masyarakat untuk mengembalikan nama Ciamis menjadi Galuh.
Menurutnya, hal itu butuh
proses panjang. "Kalau dari kajian itu political will, dari pimpinan
daerah dengan masyarakat melalui DPRD, itu kaitannya ingin kembali ke nama
Kabupaten Galuh," singkatnya.
Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD
Ciamis Hendra S Marcusi mengatakan, pihaknya setuju dengan usulan nama Ciamis
kembali ke Galuh.
"Kita sepakat, karena
spirit Ciamis itu spirit Galuh dan kita tidak sedang mengada-ngada tapi
mengembalikan kepada jati diri,” ucapnya.
Hendra mengaku akan
mengusulkan draf peraturan daerah (Perda) tentang sejarah Ciamis. Maka,
pergantian nama Kabupaten Galuh tersebut bisa dimasukkan di perda.( sindonews.com/
Ab@h )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar